Udara yang kian dingin berhembus memasuki seluk beluk tulangku, kabut dingin yang menghiasi daerah lereng pegunungan Merapi dan Singgalang menuju utara Bukti Tinggi, dedaunan yang selalu segar kerananya, walaupun mentari sore ini akan selalu terang dan menghiasi puncak Singgalang, seakan selalu menemani Telaga Dewi diatasnya, sumber mata air penduduk Padangpanjang, sungguh bahgia jika bisa menapaki kaki disana.
Merapi yang mulai dihinggapi sergapan awan dengan mega kemerahan, dengan kawah yang selalu tampak dari kediamanku akan selalu menjadi pemandangan indah dari tempat ku berdiri ini, perumahan yang dijadikan tempat kosan para pelajar yang ingin menghafal alquran dan penerjemah ilmu alam dalam lingkaran saraf otak kiri dan otak kanan. Tempat itu yang selalu menjadi tempat idola bagiku seorang pelajar muda dari seberang Danau Singkarak sana. Tempat ini adalah tempat dimana ku selalu meramu hati, memetik dawai gitar dan selalu melihat ke bawah dan selalu berharap akan ada pelajar puteri yang akan lewat di jalan seberang bawah sana yang akan bermaksud untuk membeli sesuatu di pasar sayuran terbesar di Sumatera Barat.
Setelah lama ku menunggu dan memainkan gitar di pangkuanku terlihat dari kejauhan segerombolan jilbaber dengan hiasan bunga di belakangnya dengan paduan warna yang sungguh menawan. Jilbab itu semakin mempertegas bahwa wanita dengan jilbab yang indah itu adalah lulusan perguruan Diniyah puteri yang banyak melahirkan para wanita penghafal Alquran handal. Sangat jarang mendengar para hafidzah sekarang ini, tetapi hal itu tiada terjadi di perguruan itu. Pastinya mereka yang sekolah disini berkeinginan untuk dapatkan beasiswa menuju timur tengah, tempat dimana aku sangat selalu ingin disana. Namun bukan hal itu yang ku pikirkan, ku berharap mereka menoleh ke atas dan memberikan senyuman kepadaku, dan itu sudah cukup bagiku yang sedari tadi selalu menunggu kedatangan mereka. Seakan larut dalam suasana dan keindahan pemandangan di bawah sana, Badanku seakan mau jatuh jikalau tiada yang memegangiku dari belakang. Secepat-cepatnya wajahku memerah walaupun sesaat putih pucatnya bukan ampun kerana takut akan jatuh dari tempat dengan ketinggian 2500 m dari permukaaan laut (lebay yach, maksudku 10 meter dari jalanan itu).
Suara yang familiar yang selalu mengganggu renunganku, telah berkali dianya selalu memberi kejutan yang kadang-kadang membuatku emosiku naik tetapi sepenuhnya aku cintai dia, sepenuhnya selalu ingin memeluknya dan mencium keningnya ( he he…. Wanita cantik dengan mata bersinar, mungil dan bikin gemes), dianya Anita Mutiarani. Gadis kelas 1 SD dengan aturan selalu memakai kerudung dan baju menutupi seluruh badan sesuai dengan peraturan daerah padang panjang.
“Ayo, masih ngelihat uni-uni itu yach????” dengan wajah imut dia lanjutkan,
“Biar tia panggilin”. Dengan suara nyaring dan keras dan masih bernada kekanak-kanakan, berteriak dengan sekeras-kerasnya berusaha mengambil pandangan sekawanan pelajar puteri itu, “Uuuuuuuuuniiii, ini bang fauzi kirim salam”.
Salah satu pelajar puteri itu memalingkan wajahnya, dan memberikan senyuman padaku dan tia. Spontan batinku melemah, darah mengucur deras menuju pipi dan telingaku, malunya aku dan segera ku beranjak menuju kamarku yang memang berada di lantai dua rumah ini. Terdengar tawa besar dari teman-temanku, faris, rizal dan jabar.
“jadi pria tu harus kudu berani, jangan beraninya pandang jauh doank, samperin donk!” tumpal faris. Dialah faris yang menjadi idola di sekolahku karena kemampuan fisika dan biologinya. Sesaat mataku menatap tajam padanya,” itulah reaksi cinta, kawan!!”
“Seseorang yang sedang jatuh cinta, tiada akan sanggup menatap dekat sang kekasihnya, semua jalinan kata yang telah dipersiapkam akan segera hilang karena nikmatnya bertemu kekasih, dan suasana akan menjadi diam karenanya, biarlah ku menjadi pengagum seperti ini” timpalku.
“Alasan mu mang slalu banyak, ri! Bilang aja takut tuk bertemu dengan akhwat, takut kena panggil kepala sekolah karena pemegang juara olimpiade matematika tingkat kota telah berani mendekati wanita, dan takut konsentrasinya akan terpecah, dan kepala sekolah akan menambah jadwal belajar lagi untukmu,” kali ini kalimat itu keluar dari rizal, pria asal Gantung Ciri yang ahli dalam bidang fiqih dan sejarah.
“ he he…. Sebenarnya Cuma menikmati alam yang indah nian ini, kebetulan ada akhwat yang lewat, dan adikku yang cantik ini mempermalukanku di hadapan mereka”, tanganku memegang kepala tia dan merangkulnya seraya menggelitik badannya dan tampak tia nggak tahan menahan gelinya.
“Wahai adikku, udah pulang ngaji ya??” tanyaku.
“udah, ini ada kue dari ibu untuk Bang fahri, dihabisin ya!” pinta tia.
Belum lagi ku menyentuhnya tanga jabar telah sergap mengambil kue dalam mangkuk itu dan seperti biasa ku hanya dapat sisanya.
“Bang, kapan abang mau ngajarin tia bacaan shalat???”
“ibu guru bilang tia harus udah pandai shalat ,tia udah gede dan udah harus shalat” tukas tia. Segera ku cium keningnya, “senin besok yach, abang sibuk minggu ini, abang da pelatihan olimpiade di padang panjang dan sekarang banyak posttest, jadi gak sempat ngajar tia,!”
“NGGak boleh boong lagi,kemaren janjnya juga minggu depan, buktinya masih sibuk juga!”timpal tia.
Aku salut dengannya yang selalu ingin mempelajari cara shalat dengan benar, jika semua anak sepertinya, akan syiar agama ini. Aku tahu tia telah bisa shalat dan hafal bacaannya, sebenarnya dia ingin memperbaiki bacaanya dan mempelancar praktik shalatnya dan tentunya ingin selau bersama pria gagah ini (he he… sedikit sombong kerna disukai anak kecil mungkin boleh yach???)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar