Pesta budaya lokal Pacu Jawi di Kabupaten Tanahdatar, menjadi fenomenal. Pada Kamis (20/9) malam, foto-foto Pacu Jawi karya para fotografer yang selama ini mengabadikan alek nagari itu, akan dipamerkan lewat ajang Pameran Foto Pacu Jawi dan Pesona Wisata Tanahdatar di Gedung Bentara Budaya Jakarta. Promosi wisata Tanahdatar itu, akan dibuka Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar. “Kegiatan ini untuk mempromosikan pariwisata Tanahdatar. Selain pameran, juga diadakan seni atraksi Minangkabau,” kata Bupati Tanahdatar Shadiq Pasadigoe.
Kurator Pameran Pacu Jawi Arbain Rambey, mengatakan, pameran fotografi budaya Pacu Jawi ini seperti sebuah penegasan pada sebuah rangkaian yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Pacu Jawi, yaitu budaya pacu sapi khas Kabupaten Tanahdatar, Sumbar makin populer melalui tangan-tangan fotografer.
Fotografer senior harian Kompas itu merasakan tidak ada kebudayaan di Indonesia, selain Pacu Jawi yang bisa dalam waktu singkat “merajai” aneka arena fotografi. Hanya dalam kurun tiga tahun terakhir saja, Pacu Jawi tiba-tiba menjadi “menu wajib” seseorang yang mengaku mencintai dunia fotografi. Dulu, seorang pehobi fotografi Indonesia belum bisa dikatakan paripurna kalau belum pernah memotret Bromo, Borobudur atau Bali.
“Kini, seorang fotografer Indonesia bisa dikatakan belum sarjana kalau belum bisa menghasilkan foto Pacu Jawi yang menawan,” tegasnya.
Di kancah internasional pun Pacu Jawi merajalela, bahkan di turnamen-turnamen fotografi yang hadiahnya setara puluhan juta rupiah. “Saya, sebagai kurator pameran ini pun sempat merasakan “kedahsyatan” foto Pacu Jawi. Dalam pameran foto tunggal saya di Kerajaan Kuwait tahun 2009, saat saya menawarkan foto untuk diambil sebagai hadiah untuk seorang wakil sponsor, foto yang diambil (oleh seorang gadis cantik) adalah foto Pacu Jawi,” ulas Arbain Rambey.
![](http://padangekspres.co.id/up/berita/19022012100049jawi3.jpg)
Pameran foto Pacu Jawi ini pun, memeras otak dan raganya untuk memilih foto-foto terbaik dari foto-foto yang sangat baik yang dicalonkan. “Saya yang selama sepuluh tahun terbiasa memilihkan foto untukKompas, kali ini kewalahan karena pesona Pacu Jawi sungguh sulit untuk diingkari,” ungkapnya.
Sementara itu, pendiri dan penasehat Mappas (Masyarakat Peduli Pariwista Sumbar), Nofrins Napilus kepada Padang Ekspres menyambut baik ajang pameran tersebut. Pacu Jawi, menurutnya, dalam tiga tahun terakhir telah merebak ke tataran panggung dunia.
Sebagai orang yang terlibat sejak awal dan getol mengajak fotografer mengabadikan dan mempromosikan foto-foto alek nagari itu, Nofrins menyebut, Pacu Jawi kini tidak hanya diminati wisatawan dan fotografer nasional, tapi juga mancanegara.
“Kini telah banyak travel agent membawa wisatawan ke arena Pacu Jawi, walaupun wisatawan itu bukan fotografer. Inilah target jangka panjang untuk mengangkat dan mempromosikan atraksi budaya lokalyang unik ke kancah dunia,” katanya.
Acara budaya lokal yang berlangsung tiap tahun sehabis masa panen padi ini, kata Nofrins, telah menjadi industri pariwisata Tanahdatar yang sangat dikenal luas di dunia. Kalau sebelumnya Tanahdatar punya puluhan obyek wisata bersejarah, termasuk ikonnya Istana Pagaruyuang, sekarang semakin gemuruh lagi dengan ikon Pacu Jawi.
“Semoga fenomena Pacu Jawi lebih membukakan lagi mata banyak pihak untuk memanfaatkan aspek fotografi bagi kepentingan promosi pariwisata yang diharapkan bisa meningkatkan pendapatan asli daerah,” harapnya.
![1](http://fahleisme.files.wordpress.com/2012/01/16.jpg?w=479)
Agar kegiatan Pacu Jawi tidak berhenti hingga di pameran ini, tapi terus menyedot banyak tamu-tamu kelas menengah ke atas dan mancanegara, ia menyarankan perlu dipublikasi minimal 3 bulan sebelum acara digelar. “Ini akan sangat berarti buat fotografer dan wisatawan dari luar Sumbar dan luar negeri. Salah satu pertimbangannya, pengajuan cuti dan booking tiket pesawat tidak mungkin dilakukan dalam waktu singkat,” kata perantau Minang itu.
Selain itu, pria yang punya andil dalam membawa Loko Uap Mak Itam kembali ke Sawahlunto itu, juga menyarankan agar Pacu Jawi tidak diadakan hanya untuk memuaskan segelintir peminat. Pacu Jawi mesti diadakan pada waktunya, utuh dan lengkap dengan prosesinya plus keramaian masyarakatnya.
“Jika tidak, saya khawatir lama-lama akan hilang magnet alek nagari ini. Daerah juga sudah saatnya mempopulerkan nama joki dan nama jawi sehingga akan jadi sensasi baru dan ada kebanggaan lain bagi para joki dan para pemilik jawi,” saran pria yang membangun situs untuk promosi pariwisata Sumbar diwww.west-sumatera.com.
Masukan lainnya, penyediaan toilet umum yang layak atau agak tertutup dan bersih di sekitar lokasi Pacu Jawi. Lalu, penyediaan warung atau tempat makan untuk segmen wisatawan. “Agak miris membaca tulisan di sebuah media bahwa acara Pacu Jawi tidak menguntungkan masyarakat lokal, karena rombongan yang datang ke sana membawa ransum mereka sendiri,” tambahnya.
Terakhir, perlu didorong masyarakat lokal membuat berbagai jenis souvenir atau cenderamata Pacu Jawi agar mendapatkan manfaat dari acara ini.
http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=33819
http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=33819
Tidak ada komentar:
Posting Komentar