SELAMAT DATANG DI BLOG FAUZA KHAIR MAYA, DAPATKAN PENGETAHUAN BARU DAN SHARING ILMU

Selasa, 11 September 2012

Pacu Jawi Tanah Datar Mendunia




Pesta budaya lo­kal Pacu Jawi di Kabupaten Ta­nahdatar, menjadi fenomenal. Pa­da Kamis (20/9) malam, foto-foto Pacu Jawi karya para foto­gra­fer yang selama ini meng­aba­di­kan alek nagari itu, akan di­pa­mer­kan lewat ajang Pame­ran Fo­to Pacu Jawi dan  Pesona Wi­sa­ta Tanahdatar di Gedung Ben­ta­ra Budaya Jakarta. Pro­mosi wi­sata Tanahdatar itu, akan di­bu­ka Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nir­wan­dar. “Kegiatan ini untuk mem­­promosikan pariwisata Ta­nah­­datar. Selain pameran, juga d­i­­adakan seni atraksi Mi­nang­kabau,” kata Bupati Tanahdatar Sha­diq Pasadigoe.

Kurator Pameran Pacu Jawi Ar­bain Rambey, mengatakan, pa­­meran fotografi budaya Pacu Ja­­wi ini seperti sebuah pene­ga­san pada sebuah rang­kaian yang ter­jadi dalam beberapa ta­hun ter­akhir. Pacu Jawi, yaitu budaya pa­cu sapi khas Kabupaten Ta­nah­datar, Sumbar makin popu­ler melalui tangan-tangan foto­grafer.

Fotografer senior harian Kom­pas itu merasakan tidak ada kebudayaan di Indonesia, se­lain Pacu Jawi yang bisa dalam wak­tu singkat “merajai” aneka are­na fotografi. Hanya dalam ku­run tiga tahun terakhir saja, Pa­cu Jawi tiba-tiba menjadi “me­nu wajib” sese­orang yang me­ngaku men­cintai dunia foto­grafi. Du­lu, seorang pehobi fotografi Indonesia belum bisa dikatakan pari­purna kalau belum pernah me­motret Bromo, Borobudur atau Bali.

“Kini, seorang fotografer Indonesia bisa dikatakan belum sar­jana kalau belum bisa meng­h­a­silkan foto Pacu Jawi yang me­nawan,” tegasnya.

Di kancah internasional pun Pa­cu Jawi merajalela, bahkan di tur­namen-turnamen fotografi yang hadiahnya setara puluhan juta rupiah. “Saya, sebagai kura­tor pameran ini pun sempat me­rasakan “kedahsyatan” foto Pacu Jawi. Dalam pameran foto tung­gal saya di Kerajaan Kuwait ta­hun 2009, saat saya mena­war­kan foto untuk diambil seba­gai ha­diah untuk seorang wakil spon­sor, foto yang diambil (oleh se­orang gadis cantik) adalah foto Pacu Jawi,” ulas Arbain Rambey.
 
Pameran foto Pacu Jawi ini pun, memeras otak dan raganya un­tuk memilih foto-foto terbaik dari foto-foto yang sangat baik yang dicalonkan. “Saya yang se­lama sepuluh tahun terbiasa me­mi­lihkan foto untukKompas, ka­li ini kewalahan karena pesona Pacu Jawi sungguh sulit untuk di­ingkari,” ungkapnya.

Sementara itu, pendiri dan pe­nasehat Mappas (Masyarakat Pe­duli Pariwista Sumbar), Nof­rins Napilus kepada Padang Eks­pres menyambut baik ajang pa­­meran tersebut. Pacu Jawi, me­­nurutnya, dalam tiga tahun ter­akhir telah merebak ke tata­ran panggung dunia.

Sebagai orang yang terlibat se­jak awal dan getol mengajak fo­­tografer mengabadikan dan mem­promosikan foto-foto alek na­gari itu, Nofrins me­nye­but, Pa­cu Jawi kini tidak ha­­nya di­minati wisatawan dan fo­to­grafer nasional, tapi juga man­ca­negara.

“Kini telah banyak travel agent membawa wisatawan ke arena Pacu Jawi, walaupun wisatawan itu bukan fotografer. Inilah target jangka panjang untuk mengangkat dan mempromosikan atraksi budaya lokalyang unik ke kancah dunia,” katanya.

Acara budaya lokal yang berlangsung tiap tahun sehabis masa panen padi ini, kata Nofrins, telah menjadi industri pariwisata Tanahdatar yang sangat dikenal luas di dunia. Kalau sebelumnya Tanahdatar punya puluhan obyek wisata bersejarah, termasuk ikonnya Istana Pagaruyuang, sekarang semakin gemuruh lagi dengan ikon Pacu Jawi.

“Semoga fenomena Pacu Jawi lebih membukakan lagi mata banyak pihak untuk memanfaatkan aspek fotografi bagi kepentingan promosi pariwisata yang diharapkan bisa meningkatkan pendapatan asli daerah,” harapnya.

1
Agar kegiatan Pacu Jawi tidak berhenti hingga di pameran ini, tapi terus menyedot banyak tamu-tamu kelas menengah ke atas dan mancanegara, ia menyarankan perlu dipublikasi minimal 3 bulan sebelum acara digelar. “Ini akan sangat berarti buat fotografer dan wisatawan dari luar Sumbar dan luar negeri. Salah satu pertimbangannya, pengajuan cuti dan booking tiket pesawat tidak mungkin dilakukan dalam waktu singkat,” kata perantau Minang itu.

Selain itu, pria yang punya andil dalam membawa Loko Uap Mak Itam kembali ke Sawahlunto itu, juga menyarankan agar Pacu Jawi tidak diadakan hanya untuk memuaskan segelintir peminat. Pacu Jawi mesti diadakan pada waktunya, utuh dan lengkap dengan prosesinya plus keramaian masyarakatnya.

“Jika tidak, saya khawatir lama-lama akan hilang magnet alek nagari ini. Daerah juga sudah saatnya mempopulerkan nama joki dan nama jawi sehingga akan jadi sensasi baru dan ada kebanggaan lain bagi para joki dan para pemilik jawi,” saran pria yang membangun situs untuk promosi pariwisata Sumbar diwww.west-sumatera.com.

Masukan lainnya, penyediaan toilet umum yang layak atau agak tertutup dan bersih di sekitar lokasi Pacu Jawi. Lalu, penyediaan warung atau tempat makan untuk segmen wisatawan. “Agak miris membaca tulisan di sebuah media bahwa acara Pacu Jawi tidak menguntungkan masyarakat lokal, karena rombongan yang datang ke sana membawa ransum mereka sendiri,” tambahnya.

Terakhir, perlu didorong masyarakat lokal membuat berbagai jenis souvenir atau cenderamata Pacu Jawi agar mendapatkan manfaat dari acara ini.
http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=33819

Tidak ada komentar:

Posting Komentar